Pura Dali Agrahita, Malang Jawa Timur
Pura ini berdiri di tengah-tengah obyek wisata Coban Rondo. Posisinya pas pintu masuk obyek wisata tersebut. Untuk bisa mencapai pura ini, kita diajak sedikit mendaki bukit, kondisi jalan tidak begitu parah, karena sudah ada jalan setapak yang dipadati bebatuan.
Deretan pohon pinus ditingkahi suara burung mewarnai keseharian Pura Dali Agrahita ini. Tempatnya yang berada di ketinggian bukit membuat pura ini tampak semakin agung dan anggun. Penduduk di sekitar pura yang sebagian besar adalah petani beragama Hindu merawat dengan baik pura ini. Itu terlihat dari penataan pura yang cukup asri. Sementara dikiri-kanan pura tampak pemandangan menghijau. Dan ujung bawah sana, kita bisa menyaksikan sebuah perkampungan padat penduiduk. Disela-sela kesunyian saat melakukan pemujaan terkadang kita mendengar sayup-sayup suara lagu-lagu yang diperdengarkan penduduk setempat melalui radio atau tape recorder. Sungguh ini sebuah pura yang menyimpan banyak keindahan dan pesona alam luar biasa.
Pura yang piodalannya jatuh tepat pada hari Raya Kuningan ini berada di Kabupaten Malang tepatnya di Dusun Sebaluh, Desa Pandesari, Kecamatan Pujon. Pura yang oleh krama Hindu setempat dinamakan Pura Dali Agrahita ini berada disalah satu puncak perbukitan sekitar 20 km arah utara kota dingin Malang. Perjalanan untuk mencapai pura dapat ditempuh dengan kendaraan karena jalan menuju lokasi pura cukup bagus dan searah dengan jalan menuju kawasan wisata air terjun Coban Rondo yang juga ada pelinggihnya.
Pura ini terdiri atas tiga mandala dengan ketinggian berbeda. Dua bagian mandala yakni utama mandala dan madya mandala mempunyai luas masing-masing cukup menampung seratus pamedek sedangkan nista mandalanya boleh dikatakan bukan sebuah mandala karena mirip sebuah jalan kecil.
Memasuki madya mandala, disana dijumpai 2 pelinggih yang letaknya dekat pintu masuk dan satunya lagi disebelah barat, dekat pintu pemedalan. Disebelah timur terdapat sebuah bale (bangunan) tempat pesandekan (istirahat) pamedek. Sedangkan bagian utama mandala terdapat 4 buah bangunan pelinggih. Tiga buah palinggih menghadap ke selatan masing-masing Padmasana, Palinggih Meru tumpang tiga, dan sebuah palinggih kecil. Palinggih yang satunya berbentuk gedong pasimpenan (mirip sebuah candi) dengan gelung genta di ujungnya, terletak disebelah barat menghadap ketimur. Dibagian barat daya, berdiri sebuah bangunan bale piasan.
Dari kesemua palinggih yang ada diareal pura, empat pelinggih diantaranya dari fisik bangunan kelihatan baru direnovasi. Bangunan palinggih tersebut berbahan utama beton pasir laut dengan gaya bangunan perpaduan Bali-Jawa. Sementara palinggih lain, gapura depan dan tengah serta sebagian tembok panyengkernya yang sebagian nampak mulai rapuh, kelihatan didatangkan dari Bali karena menggunakan bahan cetakan yang biasa krama lihat di beberapa pura dan merajan di Bali.
Biasanya dalam sehari-hari rarahinan, menurut penduduk setempat pura ini banyak dikunjungi umat Hindu yang ada di Malang. Tidak hanya itu terkadang juga ada umat Hindu dari Bali yang pedek-tangkil ke Pura Agrahita dengan demikian pura ini tetap keliahtan ramai.
Tidak hanya itu ketika hari liburan tiba, taman rekreasi Coban Rondo yang banyak dikunjungi wisatawan nusantara ini, banyak juga pengunjung yang datang ke pura. Biasanya pengunjung yang datang kesini hanya sekedar rekreasi. <gustu>
KEMBALI KE AJARAN LELUHUR
Menurut salah satu keluarga Hindu yang tinggal di sekitar areal pura mengungkapkan, pembangunan pura Dali Agrahita tidak terlepas dari peranan Ida Pedanda Keniten yang pernah menerima getaran suci mengenai keberadaan pura tersebut.
Pura dulunya diempon oleh leluhur keluarga Darmo ini sampai saat ini belum mempunyai pemangku tetap. Setiap odalan atau hari suci lainnya, upacara yadnya yang dilaksanakan akan dipimpin oleh beberapa orang yang dipilih semeton Hindu yang ada di wilayah tersebut secara bergantian. Namun diakui Darmo (50), Sukirman yang masih kerabatnya, dulunya selalu dipercaya memimpin upacara. Akan tetapi karena ditarik ke Parisada dan tinggal lumayan jauh dari pura, Sukirman tidak bisa terus menerus berada di pura untuk melayani umat. Sehingga sampai kini umat yang tangkil sembahyang ke pura ini melakukannya sendiri-sendiri tanpa dipandu pemangku.
Dari penuturan masyarakat sekitar, keberadaan pura dilokasi tersebut sudah ada sejak dulu dan mereka tidak tahu pasti peninggalan kerajaan mana. Namun dari beberapa peninggalan yang diketemukan, diperkirakan pura yang banyak dikunjungi semeton Hindu disekitar Malang khususnya para mahasiswa tersebut merupakan peninggalan kerajaan Majapahit.
Saat ditemukan, bangunan pura hanya berupa bangunan segi empat mirip punden berundag. Sejak kedatangan Ida Pedanda Kiniten yang pernah menerima getaran suci di lokasi Pura tersebut, kemudian dilakukan pembenahan-pembenahan fisik pura maupun penyadaran masyarakat sekitar.
Dalam perbincangan singkat, Darmo yang ketika ditemui didampingi adiknya Sumadi (46), mengungkapkan, masyarakat Hindu yang ada disekitar pura dulunya banyak yang tidak berani mengaku sebagai orang Hindu. Apalagi saat pecahnya G30S/PKI, orang-orang Hindu khususnya dari etnis Jawa semakin tidak berani menunjukkan diri akibat adanya tekanan-tekanan. Keadaan saat itu memaksa mereka untuk bersembunyi di balik nama-nama agama lain sehingga banyak masyarakat Hindu yang ber-KTP-kan agama lain.
Namun seiring pulihnya situasi dan keadaan negara, perlahan-lahan mereka bangkit menunjukkan jati dirinya yang selama kurun sekian tahun disembunyikan demi keselamatan diri dan keluarga. Mereka ini telah kembali lagi dan tidak takut lagi untuk melanjutkan ajaran leluhur mereka selaku jati diri orang Jawa Hindu. Saat ini masyarakat Hindu yang ada disekitar lokasi pura sudah mulai bertambah.
Menurut penuturan mereka, setidaknya 55 KK semeton Hindu kini tinggal di sekitar areal pura. Kehidupan mereka kebanyakan ditopang oleh lahan subur yang ada di sekitar pura sebagai petani. <gustu>
*****
SEMBILAN GENTA SUCI DAN PATUNG SEORANG RAJA
Terkait dengan sejarah pura ada kejadian aneh yang pernah menimpa salah seorang keluarga mereka Sukirman. Seperti dituturkan Darmo, suatu ketika iparnya tersebut didatangi 9 orang berpakaian putih-putih.
"Penampilan mereka mirip orang-orang suci jaman kerajaan dulu", terang Darmo menirukan apa yang dialami salah satu keluarganya. Kedatangan sembilan orang tersebut meminta kepada Sukirman agar menyelamatkan dan memperhatikan keberadaan mereka. Mimpi tersebut membawa Sukirman pada ditemukannya 9 buah genta pada areal pura yang kala itu belum ada bangunan seperti sekarang.
Uniknya, genta-genta suci ini masing-masing berisi ikatan seperti ikatan kepala yang terbuat dari kuningan. Kesembilan genta itu kini tersimpan dirumahnya sesuai permintaan mereka lewat mimpi.. "Kami tidak berani menaruhnya di pura. Disamping karena demi keamanan, juga karena permintaan mereka lewat mimpi yang kami terima," ungkap Darmo dengan logat Jawanya yang kental. Ditambahkannya, benda-benda suci tersebut baru akan dibawa ke pura saat hari-hari tertentu. Menjelang dan saat odalan atau hari suci lainnya benda keramat ini dibawa ke pura untuk ikut dalam prosesi upacara. Tidak itu saja, setiap hari Jumat Legi benda keramat in selalu disembahyangkan.
Selain 9 genta, dirumah mereka kini juga disimpan sebuah patung menyerupai bentuk seorang raja. Seperti kesembilan genta, patung ini juga disertakan dalam setiap odalan atau hari suci untuk disembahyangkan. Alasan seperti faktor keamanan yang diungkapkan Darmo, kiranya perlu mendapat perhatian.
Dari pengamatan Mingguan Bali Aga, dalam areal pura tepatnya di depan bangunan pelinggih Padmasana, kotak dana punia tampak bolong akibat dibobol maling. Padahal tempat umat menghaturkan punia ini terbuat dari beton yang cukup kokoh, Ketika dikonfirmasi ke masyarakat sekitar, jawaban mereka sama. Ulah tangan-tangan jahil. Sebagaimana pura di Bali, pura ini juga tidak lepas dari sisi niskala terutama kejadian yang dialami masyarakat sekitarnya. Salah satu diantaranya pencurian sebuah patung. Seperti diungkapkan Sumadi, pernah ada satu kejadian dimana sebuah patung yang ada di pura dicuri orang. Padahal patung tersebut bukan patung peninggalan kuno, akan tetapi patung baru yang dibuat saat bangunan pura diperbaiki. Namun entah bagaimana sebab, orang yang mencuri tersebut mengalami kejadian-kejadian aneh yang akhirnya mengantarkannya pada pengakuan pencurian patung itu.
"Sebenarnya banyak kejadian aneh sekitar pura. Dan yang paling banyak tahu Saudara saya Sukirman karena ia yang banyak tahu tentang keberadaan pura. Sayang, ia tak dirumah sedang ada tugas dari Parisada." terang Darmo yang diiyakan Sumadi.
Menurut Sumadi, dengan adanya pura yang letaknya searah dengan jalan menuju taman rekreasi air terjun Coban Rondo ini membuat taman ini menjadi lebih agung dan ramai dikunjungi, meski sempat dijadikan sasaran orang-orang tak bertanggungjawab. Tapi hal itu tak menyurutkan minat umat untuk datang. Lagi pula keberadaan pura tersebut juga sudah mendapatkan perhatian dari pemda setempat. memang sepenuhnya pura ini dikelola oleh umat Hindu setempat dengan bimbingan Parisada.
Source : Baliaga 18-24 Oktober 2001
Deretan pohon pinus ditingkahi suara burung mewarnai keseharian Pura Dali Agrahita ini. Tempatnya yang berada di ketinggian bukit membuat pura ini tampak semakin agung dan anggun. Penduduk di sekitar pura yang sebagian besar adalah petani beragama Hindu merawat dengan baik pura ini. Itu terlihat dari penataan pura yang cukup asri. Sementara dikiri-kanan pura tampak pemandangan menghijau. Dan ujung bawah sana, kita bisa menyaksikan sebuah perkampungan padat penduiduk. Disela-sela kesunyian saat melakukan pemujaan terkadang kita mendengar sayup-sayup suara lagu-lagu yang diperdengarkan penduduk setempat melalui radio atau tape recorder. Sungguh ini sebuah pura yang menyimpan banyak keindahan dan pesona alam luar biasa.
Pura yang piodalannya jatuh tepat pada hari Raya Kuningan ini berada di Kabupaten Malang tepatnya di Dusun Sebaluh, Desa Pandesari, Kecamatan Pujon. Pura yang oleh krama Hindu setempat dinamakan Pura Dali Agrahita ini berada disalah satu puncak perbukitan sekitar 20 km arah utara kota dingin Malang. Perjalanan untuk mencapai pura dapat ditempuh dengan kendaraan karena jalan menuju lokasi pura cukup bagus dan searah dengan jalan menuju kawasan wisata air terjun Coban Rondo yang juga ada pelinggihnya.
Pura ini terdiri atas tiga mandala dengan ketinggian berbeda. Dua bagian mandala yakni utama mandala dan madya mandala mempunyai luas masing-masing cukup menampung seratus pamedek sedangkan nista mandalanya boleh dikatakan bukan sebuah mandala karena mirip sebuah jalan kecil.
Memasuki madya mandala, disana dijumpai 2 pelinggih yang letaknya dekat pintu masuk dan satunya lagi disebelah barat, dekat pintu pemedalan. Disebelah timur terdapat sebuah bale (bangunan) tempat pesandekan (istirahat) pamedek. Sedangkan bagian utama mandala terdapat 4 buah bangunan pelinggih. Tiga buah palinggih menghadap ke selatan masing-masing Padmasana, Palinggih Meru tumpang tiga, dan sebuah palinggih kecil. Palinggih yang satunya berbentuk gedong pasimpenan (mirip sebuah candi) dengan gelung genta di ujungnya, terletak disebelah barat menghadap ketimur. Dibagian barat daya, berdiri sebuah bangunan bale piasan.
Dari kesemua palinggih yang ada diareal pura, empat pelinggih diantaranya dari fisik bangunan kelihatan baru direnovasi. Bangunan palinggih tersebut berbahan utama beton pasir laut dengan gaya bangunan perpaduan Bali-Jawa. Sementara palinggih lain, gapura depan dan tengah serta sebagian tembok panyengkernya yang sebagian nampak mulai rapuh, kelihatan didatangkan dari Bali karena menggunakan bahan cetakan yang biasa krama lihat di beberapa pura dan merajan di Bali.
Biasanya dalam sehari-hari rarahinan, menurut penduduk setempat pura ini banyak dikunjungi umat Hindu yang ada di Malang. Tidak hanya itu terkadang juga ada umat Hindu dari Bali yang pedek-tangkil ke Pura Agrahita dengan demikian pura ini tetap keliahtan ramai.
Tidak hanya itu ketika hari liburan tiba, taman rekreasi Coban Rondo yang banyak dikunjungi wisatawan nusantara ini, banyak juga pengunjung yang datang ke pura. Biasanya pengunjung yang datang kesini hanya sekedar rekreasi. <gustu>
KEMBALI KE AJARAN LELUHUR
Menurut salah satu keluarga Hindu yang tinggal di sekitar areal pura mengungkapkan, pembangunan pura Dali Agrahita tidak terlepas dari peranan Ida Pedanda Keniten yang pernah menerima getaran suci mengenai keberadaan pura tersebut.
Pura dulunya diempon oleh leluhur keluarga Darmo ini sampai saat ini belum mempunyai pemangku tetap. Setiap odalan atau hari suci lainnya, upacara yadnya yang dilaksanakan akan dipimpin oleh beberapa orang yang dipilih semeton Hindu yang ada di wilayah tersebut secara bergantian. Namun diakui Darmo (50), Sukirman yang masih kerabatnya, dulunya selalu dipercaya memimpin upacara. Akan tetapi karena ditarik ke Parisada dan tinggal lumayan jauh dari pura, Sukirman tidak bisa terus menerus berada di pura untuk melayani umat. Sehingga sampai kini umat yang tangkil sembahyang ke pura ini melakukannya sendiri-sendiri tanpa dipandu pemangku.
Dari penuturan masyarakat sekitar, keberadaan pura dilokasi tersebut sudah ada sejak dulu dan mereka tidak tahu pasti peninggalan kerajaan mana. Namun dari beberapa peninggalan yang diketemukan, diperkirakan pura yang banyak dikunjungi semeton Hindu disekitar Malang khususnya para mahasiswa tersebut merupakan peninggalan kerajaan Majapahit.
Saat ditemukan, bangunan pura hanya berupa bangunan segi empat mirip punden berundag. Sejak kedatangan Ida Pedanda Kiniten yang pernah menerima getaran suci di lokasi Pura tersebut, kemudian dilakukan pembenahan-pembenahan fisik pura maupun penyadaran masyarakat sekitar.
Dalam perbincangan singkat, Darmo yang ketika ditemui didampingi adiknya Sumadi (46), mengungkapkan, masyarakat Hindu yang ada disekitar pura dulunya banyak yang tidak berani mengaku sebagai orang Hindu. Apalagi saat pecahnya G30S/PKI, orang-orang Hindu khususnya dari etnis Jawa semakin tidak berani menunjukkan diri akibat adanya tekanan-tekanan. Keadaan saat itu memaksa mereka untuk bersembunyi di balik nama-nama agama lain sehingga banyak masyarakat Hindu yang ber-KTP-kan agama lain.
Namun seiring pulihnya situasi dan keadaan negara, perlahan-lahan mereka bangkit menunjukkan jati dirinya yang selama kurun sekian tahun disembunyikan demi keselamatan diri dan keluarga. Mereka ini telah kembali lagi dan tidak takut lagi untuk melanjutkan ajaran leluhur mereka selaku jati diri orang Jawa Hindu. Saat ini masyarakat Hindu yang ada disekitar lokasi pura sudah mulai bertambah.
Menurut penuturan mereka, setidaknya 55 KK semeton Hindu kini tinggal di sekitar areal pura. Kehidupan mereka kebanyakan ditopang oleh lahan subur yang ada di sekitar pura sebagai petani. <gustu>
*****
SEMBILAN GENTA SUCI DAN PATUNG SEORANG RAJA
Terkait dengan sejarah pura ada kejadian aneh yang pernah menimpa salah seorang keluarga mereka Sukirman. Seperti dituturkan Darmo, suatu ketika iparnya tersebut didatangi 9 orang berpakaian putih-putih.
"Penampilan mereka mirip orang-orang suci jaman kerajaan dulu", terang Darmo menirukan apa yang dialami salah satu keluarganya. Kedatangan sembilan orang tersebut meminta kepada Sukirman agar menyelamatkan dan memperhatikan keberadaan mereka. Mimpi tersebut membawa Sukirman pada ditemukannya 9 buah genta pada areal pura yang kala itu belum ada bangunan seperti sekarang.
Uniknya, genta-genta suci ini masing-masing berisi ikatan seperti ikatan kepala yang terbuat dari kuningan. Kesembilan genta itu kini tersimpan dirumahnya sesuai permintaan mereka lewat mimpi.. "Kami tidak berani menaruhnya di pura. Disamping karena demi keamanan, juga karena permintaan mereka lewat mimpi yang kami terima," ungkap Darmo dengan logat Jawanya yang kental. Ditambahkannya, benda-benda suci tersebut baru akan dibawa ke pura saat hari-hari tertentu. Menjelang dan saat odalan atau hari suci lainnya benda keramat ini dibawa ke pura untuk ikut dalam prosesi upacara. Tidak itu saja, setiap hari Jumat Legi benda keramat in selalu disembahyangkan.
Selain 9 genta, dirumah mereka kini juga disimpan sebuah patung menyerupai bentuk seorang raja. Seperti kesembilan genta, patung ini juga disertakan dalam setiap odalan atau hari suci untuk disembahyangkan. Alasan seperti faktor keamanan yang diungkapkan Darmo, kiranya perlu mendapat perhatian.
Dari pengamatan Mingguan Bali Aga, dalam areal pura tepatnya di depan bangunan pelinggih Padmasana, kotak dana punia tampak bolong akibat dibobol maling. Padahal tempat umat menghaturkan punia ini terbuat dari beton yang cukup kokoh, Ketika dikonfirmasi ke masyarakat sekitar, jawaban mereka sama. Ulah tangan-tangan jahil. Sebagaimana pura di Bali, pura ini juga tidak lepas dari sisi niskala terutama kejadian yang dialami masyarakat sekitarnya. Salah satu diantaranya pencurian sebuah patung. Seperti diungkapkan Sumadi, pernah ada satu kejadian dimana sebuah patung yang ada di pura dicuri orang. Padahal patung tersebut bukan patung peninggalan kuno, akan tetapi patung baru yang dibuat saat bangunan pura diperbaiki. Namun entah bagaimana sebab, orang yang mencuri tersebut mengalami kejadian-kejadian aneh yang akhirnya mengantarkannya pada pengakuan pencurian patung itu.
"Sebenarnya banyak kejadian aneh sekitar pura. Dan yang paling banyak tahu Saudara saya Sukirman karena ia yang banyak tahu tentang keberadaan pura. Sayang, ia tak dirumah sedang ada tugas dari Parisada." terang Darmo yang diiyakan Sumadi.
Menurut Sumadi, dengan adanya pura yang letaknya searah dengan jalan menuju taman rekreasi air terjun Coban Rondo ini membuat taman ini menjadi lebih agung dan ramai dikunjungi, meski sempat dijadikan sasaran orang-orang tak bertanggungjawab. Tapi hal itu tak menyurutkan minat umat untuk datang. Lagi pula keberadaan pura tersebut juga sudah mendapatkan perhatian dari pemda setempat. memang sepenuhnya pura ini dikelola oleh umat Hindu setempat dengan bimbingan Parisada.
Source : Baliaga 18-24 Oktober 2001